Assalāmu'alaikum wr wb
Sekarang saya akan menjelaskan tentang :
"Jangan Menyembah Bila Tidak Tahu Siapa Yang Disembah"
Adapun ungkapan : “JANGAN MENYEMBAH BILA TIDAK TAHU SIAPA YANG DISEMBAH ?
Yang dimaksudkan disini adalah bahwa yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an adalah “AQIMU SHALAT (Menegakan/mendirikan Shalat)”, Menegakan /mendirikan shalat tidak sama dengan mengerjakan atau menjalankan shalat, juga tidak sama dengan mempelajari dalil-dalil shalat. Mengerjakan shalat lebih cenderung hanya sekedar menjalankan ritual upacara lahiriah belaka, sedangkan justru yang dikehendaki oleh Al-Qur’an tentu saja tidak demikian, karena kata kerja yang digunakan untuk menyatakan perbuatan shalat adalah “Aqama” yang artinya adalah menegakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya. Sedangkan arti shalat sendiri adalah permohonan atau Do’a.
Dalam shalat terkandung tindakan WASHOLA yaitu menyatukan diri dengan Allah, jadi termasuk dalam menegakan shalat adalah menegakan subtansi atau semangat dari shalat, sama dengan menegakan Agama.
Shalat harus dilakukan dalam keadaan sadar sepenuhnya, didalam Al-qur’an Surat An-Nisa (4) : 43, disebutkan bahwa dalam shalat setiap kata yang di ucapkan harus dimengerti (kepada siapa dan untuk siapa kata dan ucapannya ditujukan). Shalat baru dapat dilakukan bila setiap kata yang diucapkan diketahui kepada siapa kata ini ditujukan, dalam keadaan inilah orang mengerti kepada siapa dia melakukan penyembahan, tanpa mengetahui siapa yang disembah, jelas itu hanya pekerjaan sia-sia. Disebut sebagai orang yang menyembah Adam Sarpin atau Makdum Sarpin berarti sesuatu yang tidak ada objek dan tujuannya, dan hanya orang bodoh (tidak sadar) yang mau melakukan pekerjaan yang sia-sia. Hal semacam inilah disebut sebagai orang yang direndahkan martabat hidupnya.
Shalat atau penyembahan yang berguna adalah shalat yang dapat mencegah terjadinya “Fakhsya” dan “Munkar”, dengan ayat ini sebenarnya yang harus menjadi perhatian ulama Islam adalah Hakikat atau tujuan Shalat, malah justru mereka disibukan untuk memperhatikan orang yang mengerjakan shalat sehingga akhirnya timbul perasaan sinis dan berpandangan Negatif terhadap orang yang tidak mengerjakan shalat, apalagi yang jarang hadir ke Mesjid. Yang ujung-ujungnya mereka lebih tertarik kesangkarnya daripada burungnya, kita lebih tertarik kulit daripada isinya, mereka hanya sibuk mengurus pengerjaan dan pelaksanaan shalatnya ketimbang Penegakannya.
Sekian dari saya, semoga bermanfa'at
Wassalāmu'alaikum wr wb
Sekarang saya akan menjelaskan tentang :
"Jangan Menyembah Bila Tidak Tahu Siapa Yang Disembah"
Adapun ungkapan : “JANGAN MENYEMBAH BILA TIDAK TAHU SIAPA YANG DISEMBAH ?
Yang dimaksudkan disini adalah bahwa yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an adalah “AQIMU SHALAT (Menegakan/mendirikan Shalat)”, Menegakan /mendirikan shalat tidak sama dengan mengerjakan atau menjalankan shalat, juga tidak sama dengan mempelajari dalil-dalil shalat. Mengerjakan shalat lebih cenderung hanya sekedar menjalankan ritual upacara lahiriah belaka, sedangkan justru yang dikehendaki oleh Al-Qur’an tentu saja tidak demikian, karena kata kerja yang digunakan untuk menyatakan perbuatan shalat adalah “Aqama” yang artinya adalah menegakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya. Sedangkan arti shalat sendiri adalah permohonan atau Do’a.
Dalam shalat terkandung tindakan WASHOLA yaitu menyatukan diri dengan Allah, jadi termasuk dalam menegakan shalat adalah menegakan subtansi atau semangat dari shalat, sama dengan menegakan Agama.
Shalat harus dilakukan dalam keadaan sadar sepenuhnya, didalam Al-qur’an Surat An-Nisa (4) : 43, disebutkan bahwa dalam shalat setiap kata yang di ucapkan harus dimengerti (kepada siapa dan untuk siapa kata dan ucapannya ditujukan). Shalat baru dapat dilakukan bila setiap kata yang diucapkan diketahui kepada siapa kata ini ditujukan, dalam keadaan inilah orang mengerti kepada siapa dia melakukan penyembahan, tanpa mengetahui siapa yang disembah, jelas itu hanya pekerjaan sia-sia. Disebut sebagai orang yang menyembah Adam Sarpin atau Makdum Sarpin berarti sesuatu yang tidak ada objek dan tujuannya, dan hanya orang bodoh (tidak sadar) yang mau melakukan pekerjaan yang sia-sia. Hal semacam inilah disebut sebagai orang yang direndahkan martabat hidupnya.
Shalat atau penyembahan yang berguna adalah shalat yang dapat mencegah terjadinya “Fakhsya” dan “Munkar”, dengan ayat ini sebenarnya yang harus menjadi perhatian ulama Islam adalah Hakikat atau tujuan Shalat, malah justru mereka disibukan untuk memperhatikan orang yang mengerjakan shalat sehingga akhirnya timbul perasaan sinis dan berpandangan Negatif terhadap orang yang tidak mengerjakan shalat, apalagi yang jarang hadir ke Mesjid. Yang ujung-ujungnya mereka lebih tertarik kesangkarnya daripada burungnya, kita lebih tertarik kulit daripada isinya, mereka hanya sibuk mengurus pengerjaan dan pelaksanaan shalatnya ketimbang Penegakannya.
Sekian dari saya, semoga bermanfa'at
Wassalāmu'alaikum wr wb
Komentar
Posting Komentar